Pagi hari merupakan waktu yang sering menggoreskan cerita, apalagi di waktu-waktu mepet berangkat kerja.

#1

Selesai mandi, biasanya saya mengambil kaos kaki bersih dari lemari pakaian dalam. Pagi ini saya mengambil lipatan berwarna hitam dan bergegas memakai sepatu. Sepatu saya ambil, lipatan hitam yang dibawa tadi saya buka. Lah kok, berubah jadi pakaian dalamnya Kanjeng Mami? 😅 Ternyata saya salah ambil. Yang saya bawa tadi bukanlah kaos kaki. Terpaksa saya kembali ke lemari pakaian dalam dan menukarnya dengan kaos kaki. Ga mau kelolosan lagi, saya teliti dulu sebelum membawa pergi.

#2

Pintu rumah sudah dikunci. Kumelangkah dengan pasti menuju ke kuda besi (motor). Baru saja mengambil kunci untuk menyalakan kuda besi, tiba-tiba si Thole berkata, “Pa, dedek mau eek.” Terpaksa buka kunci lagi, lepas sepatu lagi, ke kamar mandi lagi.

#3

Pintu rumah sudah dikunci. Kumelangkah dengan pasti menuju ke kuda besi (motor). Baru saja mengambil kunci untuk menyalakan kuda besi, tiba-tiba si Thole berkata, “Papa ga pakai baju?” Saya melihat diri sendiri dan emang belum pakai baju. 🤦🏻‍♂️

#4

Saya punya kebiasaan mengantar bekal Ndoro Putri ke rumah Mertua sebelum berangkat kerja. Kali ini dengan PD saya menyalakan kuda besi dan bergegas pergi kerja. Pas sampai di area Semabung, sekitar hotel Griya Tirta (kurang lebih 1,2 Km dari rumah), baru sadar kalau bekalnya belum saya antar. Terpaksa putar balik dan mengantar bekal Ndoro Putri terlebih dulu.

#5

Selain bekal, pernah satu waktu saya diminta mengantar jas hujan milik Ndoro Putri ke rumah mertua sebelum berangkat kerja. Namun saya antar setelah pulang kerja, di hari berikutnya. Soalnya jasnya kebawa sampai tempat kerja dan ketinggalan, baru inget di hari berikutnya.

Lokasi: UGD salah satu RS swasta ternama di kota Pangkalpinang.

Sudah lebih dari 2 kali Kanjeng Mami muntah sebelum akhirnya sampai di lokasi tersebut. Niat awal ke luar rumah adalah untuk memenuhi permintaan Ndoro Putri dan juga Thole yang ingin melihat dinosaurus dalam bentuk patung.

Ya kali, ngeliat dino yang masih idup.

Namun, setibanya di lokasi patung dino, tersebut Ndoro Putri dan Thole malah takut dan ga mau mendekat. Akhirnya perjalanan dilanjutkan untuk makan. Selesai makan, Kanjeng Mami merasakan pusing, mual, dan muntah, sehingga rencana pulang diubah ke UGD.

Dalam perjalanan menuju ke UGD, Kanjeng Mami berkata, “Haduh..anak masih kecil udah sering sakit-sakitan. Nanti kalau aku pergi duluan mereka sama siapa?”

Aku menjawab, “Ya sama akulah. Emang mau sama siapa lagi?”

“Terus kamu gimana?”

“Gimana apanya?”

“Siapa yang ngurusin kamu?”

Buset dah, dikira aku seumuran Ndoro Putri dan Thole apa ya? Kok masih diurusin segala.. “Ya ngurus diri sendiri lah.”

“Cari yang baru?”

“Udah kamu ga usah khawatir-in aku. Ya kalau ada yang mau, gaslah…” 😁

Yes, dalam menjalani kehidupan ini, prinsip ku ya realistis. Aku cowok, gairahku menggebu-gebu. Aku bisa aja jawab, “Enggak, aku bakal ngerawat anak-anak seorang diri sampai maut memanggilku untuk bertemu denganmu di akhirat sana.” Tapi itu kan bullshit. Ngerapek, men kate urang Bangka. Jangankan Kanjeng Mami udah ga ada, dia masih ada aja aku punya kecenderungan untuk selingkuh. Bahkan dari pacaran juga rasanya Kanjeng Mami udah tau kecenderunganku sebagai laki-laki. Jadi ya, teruntuk perempuan dimanapun kalian berada yang membaca tulisan ini, kalau ada laki-laki yang bilang akan setia sampai maut memisahkan, saya kasih tau, itu 99% bullshit.

Lanjut, Kanjeng Mami terbaring di UGD, sementara aku diminta untuk melakukan pendaftaran pasien.

“Abang siapanya ya?” Tanya petugas pendaftaran.

Pengen banget saya jawab, “Pacarnya.” Biar Kanjeng Mami dikira punya selingkuhan. 😂

Selesai melakukan pendaftaran, saya kembali ke ruang UGD, tempat dimana Kanjeng Mami terbaring lemah tak berdaya. Sesampainya di situ saya terkejut dengan apa yang saya lihat.

Mulut saya tak bisa berkata-kata padahal tidak sedang dibungkam.

Tangan dan kaki saya tidak bisa bergerak, padahal tidak sedang diikat.

Ada laki-laki yang sedang mengelus-ngelus lengan Kanjeng Mami. Rasanya ingin murka, tapi tidak bisa.

Ya soalnya laki-laki itu perawat. Baru aja selesai melakukan injeksi intravena, dan Kanjeng Mami merasa nyeri di area injeksi tersebut.

Setelah melakukan tindakan, kami menunggu hasil observasi, baru kemudian bisa diputuskan boleh pulang atau tidak.

Sambil menunggu hasil observasi, saya bertemu beberapa kawan lama yang bekerja di sini. Dan mereka selalu melontarkan pernyataan yang sama, “Sakit apa?” Dan jawaban saya pun selalu sama, “Mual, muntah, pusing.” Respon mereka pun selalu sama, “Jadi lagi jangan-jangan.” Saya PD aja. Ga mungkinlah. Ini hari terakhir Kanjeng Mami periode menstruasi. Ngajak jalan-jalan ini juga ada maksudnya, yaitu supaya bisa eksekusi setelah melalui masa menstruasi. Eh, ternyata sakit. Dan kalaupun berhubungan, masa suburnya kan setelah seminggu dari sekarang, jadi rasanya peluang untuk jadi juga sangat kecil sekali, hanya keajaiban dan mukjizat saja yang bisa mewujudkannya.

Akhirnya hasil observasi keluar, dan Kanjeng Mami diizinkan pulang, alhasil kami menyusuri jalanan kota Pangkalpinang pukul 01.00 WIB untuk pertama kalinya.

“Pa, dedek ga mau eek.”

Kalimat tersebut terlontar dari mulut Thole. Saya berfikir keras mencerna kalimat tersebut. Bagaimana tidak? Biasanya yang saya dengar adalah, “Pa, dedek mau eek.” Nah kalau itu yang keluar, maka mudah bagi saya untuk meresponnya. Biasanya yang kemudian saya lakukan adalah membawa Thole ke kamar mandi, melepaskan celananya, mengangkat bajunya sampai ke batas ketiak, dan memintanya jongkok di closet. Lah, kali ini ajaib. Kalimat yang terlontar dari mulutnya adalah, “Pa, dedek ga mau eek.”

Akhirnya, setelah berfikir dengan sangat keras dan sedikit mengeden, saya berhasil menemukan respon yang menurut saya paling tepat.

Yaitu dengan berkata, “Beneran ga mau? Ini Papa kebelet lho..”

Dia menjawab, “Iya, ga mau.”

Saya kembali merespon, “Ya udah kalau ga mau, lanjutin mainnya sana.”

Sungguh percakapan yang absurd di pagi hari.

“Kung, nanti jemput jam sebelas lewat duabelas ya.” Pinta Ndoro Putri pada Eyang Kakung-nya.

“Loh, kok jam sebelas lewat duabelas?” Tanya Eyang Kakung.

“Iya, kan jarum pendek ke angka sebelas, terus jarum panjangnya ke angka duabelas. Itu artinya kan jam sebelas lewat duabelas.” Jawab Ndoro Putri.

Konsep mengenai jam analog yang dipahami Ndoro Putri ini cukup menggelitik pikiranku. Akhirnya demi menyamakan persepsinya tentang jam analog, aku memperbaiki pemahamannya.

Iyaaaa.. Kamuuuu..

Ndoro Putri pernah memanggil saya dengan kata sapa kamu. Seketika itu juga, Kanjeng Mami dan Mertua saya menginterupsinya sambil berkata, “Kok Kamu? Panggilnya Papa dong.” Sementara saya sendiri membiarkan dia memanggil dengan kata sapa kamu.

Buat saya, ga ada masalah kalau anak-anak memanggil dengan kata sapa kamu. Bagi saya pribadi, kata sapa kamu bisa mendekatkan anak-anak kepada saya tanpa batasan. Dengan kata sapa kamu, saya beranggapan anak-anak menganggap saya adalah temannya. Dan saya suka dianggap teman mereka. Harapannya, ketika mereka menganggap saya adalah temannya, maka mereka akan terbuka dalam segala hal dan bercerita secara santai dengan saya. Jadi ketika berada dalam fase remaja, mereka lebih memilih untuk bercerita kepada saya daripada bercerita ke teman sebayanya.

Saya sama sekali tidak khawatir ndoro Putri melupakan peran saya sebagai ayahnya, karena toh Kanjeng Mami dan mertua sudah mengingatkan dia. Saya sadar betul budaya Indonesia akan sangat mengecam panggilan kamu kepada orangtua, tapi sekali lagi, dari sudut pandang pribadi, panggilan Papa akan menciptakan jarak, sementara panggilan kamu akan menghapusnya. Sekalipun dipanggil kamu, saya yakin, ketika anak-anak ditanya mana Papanya? Mereka akan tetap menunjuk saya.

Mencoba menulis mengetik kembali setelah sekian lama vacuum cleaner.

Klakson, aksesoris ini bisa ditemukan pada kendaraan bermotor. Fungsinya ya memberitahukan orang lain keberadaan si pemilik kendaraan. Bisa jadi si pemilik merasa eksistensinya belum tersalurkan secara maksimal, makanya dengan bantuan klakson ia berharap bisa menyalurkannya.

Outputnya bervariasi, mulai dari tit tit, nen nen, hingga ke tulalilet tulalilet.

Tapi di postingan ini saya lebih menekankan korelasi frekuensi membunyikan klakson dengan tingkat kecerdasan pelakunya.

Menurut saya pribadi, orang yang membunyikan klakson dengan frekuensi tinggi memiliki tingkat kecerdasan yang rendah. Kok bisa? Jadi gini. Ini menurut otak saya ya. Boleh berkenan.

Orang membunyikan klakson, biasanya pada saat jalannya dihalangi, entah oleh kendaraan lain, manusia lain, atau sesama binatang. Selain itu ada juga orang yang membunyikan klakson pada benda mati. Silahkan cek faktanya di rumah orang kaya. Begitu kendaraannya sampai di depan pagar yang tertutup, ia lantas membunyikan klakson. Jangan tertawa dulu. Kalau pembaca yang budiman pernah melihat orang yang jalannya terhalangi pohon yang rubuh dan ia hanya membunyikan klaksonnya tanpa mau turun dari kendaraannya dan menyingkirkan pohon tersebut, baru tertawalah terbahak-bahak. Dia pikir itu pohon bisa bangkit sendiri mungkin.

Bagi saya, orang cerdas tidak akan terlalu sering membunyikan klakson. Alih-alih membunyikan klaksonnya, ia akan mencari jalan keluar. Misal, kalau jalannya dihalangi pohon, ya dia turun, menyingkirkan pohonnya, dan jalan kembali. Kalau jalannya dihalangi kendaraan lain, ya dia berusaha cari jalan lain, mungkin lewat kiri atau kanan atau atas atau bawah kendaraan yang menghalanginya. Kalau ga ada jalan lain, ya nikmati aja. Belum tentu penyebab kemacetannya adalah kendaraan yang tepat di depanmu. Bisa jadi kendaraan di depan depannya depannya lagi yang jalannya lambat, atau terhalang juga. Orang cerdas akan memikirkan banyak kemungkinan yang bisa terjadi. Orang stupid, ya karena kapasitas otaknya sempit, pilih jalan pintas dengan membunyikan klakson.
Kadang lucu juga ketika berhenti di lampu lalu lintas berwarna merah yang berubah menjadi hijau, lalu pengemudi banyak yang membunyikan klakson, padahal yang paling depan aja belum jalan. Bolehlah mengingatkan kendaraan di depan dengan sekali bunyi, tapi kalau berkali-kali yaa anggapan saya pelakunya kebelet berak atau otaknya kecil.

Sekian.

Senin. Masih di minggu awal bulan. Agendanya adalah rapat koordinasi. Dan aku mendapat agenda sendiri dari si Bos buat ke DinKes ngurusin ijin PBF. Aku disuruh pergi sama Kurnia (penanggungjawab alkes). Hiks, ga ikut rakor deh. Ga dapet makan siang all you can eat deh. Hiks.

Di parkiran motor, aku siap menyalakan si mbah, eh, si Kurnia bilang, “Mas, pinjem mobil Pak David aja. Mau ujan nih.” Aq sih setuju banget sama usulannya. Masalahnya, rakor sudah dimulai dan peserta sudah lengkap. Mau minjem kuncinya, malu. Ya udah deh, kuurungkan niat meminjam mobilnya si Bos dan kembali mengengkol si mbah. Tapi Kurnia kembali bertanya, “Gimana, udah ngomong sama Pak David?” Kujawab, “Males ah, ruangannya udah rame. Rakor udah mulai. Malu aku.” Si Kurnia membalas, “Udah ga apa-apa.” Kujawab lagi, “Ga ah, malu aku. Kalau emang menurutmu ga apa-apa. Kenapa bukan kamu aja yang minjem?” Kurnia menjawab, “Ya udah, bener ya? Kupinjemin nih.” Mendadak Kurnia hilang dari pandangan. Sekembalinya ke tempatku, dia memberikan kunci mobil Pak David sambil berkata, “Ni Mas, bawa.” Kubalas, “Wihh, pede amat kamu Kur. Salut deh.” Alhasil, si mbah kembali ke parkiran, dan aku mengendarai Innovanya si Bos. Cuaca juga mendukung karena mendung dan sedikit gerimis.

Tujuan pertama ke DinKes Provinsi. Langsung menemui Pak Zulkarnaen yang mengurusi perijinan PBF. Dan Pak Zul mulai berbicara dari A sampai Y. Aku bisa menebak apa Z nya. Dan benar saja ketika berbicara Z, Pak Zul menyodorkan proposal kegiatan untuk peringatan Hari Kesehatan Nasional. Yaelah Pak, Pak.. Ga perlu basa basi buat ngaju’in proposal gitu deh. To the point aja dari awal. Akhirnya perijinannya langsung digarap dan proposal juga sudah kubawa.

Tiba di kantor setelah jalan-jalan mengendarai innovanya si Bos. Pas rakor selesai. Pas makan siang. Karena ga ikut rakor, aku juga jadi ga enak mau ikut makan siang. Padahal pengenn.. Ya udah deh, nunggu rakor bulan depan aja.

Selesai kerja, hari Senin waktunya futsal. Jadwal futsal hari ini adalah bertanding melawan RS Provinsi. Total aku bermain 3 game. Game pertama kalah 3-1, game kedua menang 3-1, dan game ketiga imbang 2-2. Puas banget lah, karena musuhnya bagus mainnya. Dan pas aku juga on fire. Bakar lemak cara enak.

Siang hari, sedang asik-asiknya bekerja, ada telepon dari Mama. Sebenarnya, udah dari kemarin Mama terus-terusan nelpon, tapi ya karena timingnya ga pas, maka ga kejawab. Pas ku telepon balik, timingku juga ga pas, jadi ya ga kejawab juga. Ku SMS ga dibales sama Mama..hadehhh ni maunya gimana sih. Akhirnya barulah hari ini berhasil berkomunikasi. Dari obrolan dengan Mama, akhirnya aku tahu kalau Pakde Dodo sedang di Metro, dan hari ini mau kembali ke Jambi. Selain itu, aku juga baru tahu kalau Oma sedang sakit. Hiks. Mendadak langsung khawatir. Tapi Mama lagi di tempatnya Oma, jadi telepon langsung diberikan ke Oma dan aku berbincang dengannya.

Oma merupakan sosok yang paling bijak dan paling sehat. Jarang marah, dan kalau marah membangun, bukan menjatuhkan dan merusak. Banyak pelajaran darinya. Di usianya yang sudah sangat tua sekali banget, pendengarannya masih berfungsi dengan baik. Terbukti masih merespon pertanyaan-pertanyaan yang kuberikan. Dan sakitnya kali ini mungkin karena dia ingin anak dan cucu cicitnya berkumpul. Pengenn rasanya ada di deket Oma. Semoga masih ada kesempatan untuk ngobrol langsung sama Oma.

Sorenya, aku menjalani KPP hari kedua. Tema hari ini adalah liturgi dan seksualitas. Pembahasan mengenai liturgi memang merupakan hal baru untukku, tapi seksualitas bukan. Sejak SD aku sudah mendapat pendidikan seksualitas. Bersyukur deh, menjadi bagian dari pendidikan di bawah naungan Fransiskus Xaverius. Cuma, ya memang beda antara yang kudapat waktu SD sama yang sekarang ini. Lebih kompleks dan mendalam.

Pulang KPP, aku berniat nge-gym. Syukur niatku terlaksana. Otot target malam ini adalah back. Lagi asik-asiknya nge-gym, masuklah 2 orang perempuan. Yang 1 anak pemilik gym, yang 1 nya lagi kayaknya temannya. Mereka ga nge-gym, tapi langsung menuju ke lantai 2. Pas melewati aku, busyettt, wanginya ngalah-ngalahin bau keringet orang-orang yang lagi nge-gym. Wangi beneran! Lumayanlah, di sela-sela keletihan mengangkat-ngangkat beban, ada hiburan dan wewangian dikit.

Pulang nge-gym, aku janjian sama mahasiswaku yang bermasalah dengan absensi. Karena setelah nge-gym butuh asupan nutrisi, maka aku makan. Pas lagi nunggu makanan tersaji, eh, ternyata mahasiswaku tadi sudah di lokasi. Kusuruh ke tempat aku makan aja. Memang ini bagian menyenangkan dari tugas seorang dosen. Mahasiswa diminta kemana aja, bersedia..heuheuheu. Selesai makan, pulang, mandi, dan tidurrrr. Muscle recover..

Ini hari pertama Kursus Persiapan Perkawinan. Mau kawin aja kursus dulu. Karena yang pertama, makanya aku mau yang sempurna. Dijadwalkan, acara akan dimulai pukul 15.30 WIB. Dari kantor, aku berangkat pukul 15.00 WIB. Hanya membutuhkan sekitar 15 menit untuk mencapai lokasi kursus. Alhasil, aku menjadi yang terdepan hadir di lokasi. Dan ternyata, acara baru dimulai pukul 16.00 WIB. Hadehh.. Besok-besok berangkat pukul 15.45 WIB aja deh.

Tema hari ini adalah spiritualitas, tema selanjutnya adalah moral. Sembari mendengarkan pembicara menyampaikan materi, dd berbicara padaku, “Cewek yang baju ijo di sana cantik.” Aku mencari cewek yang dimaksud dd, dan ketemu. Memang, secara fisik cewek yang dimaksud dd bisa dikategorikan cantik, dan pasangannya culun.. Cewek itu putih, berbibir merah dengan baju hijau terusan dan hi heels warna merah. Dan yang terpenting, roknya terbuka mengobral paha sampai ke (hampir) pangkalnya. Semacam ada orang teriak-teriak, ‘Paha, paha, kasih murah, kasih murah!’ Ini aku sedang berada di Pangkal Pinang atau Pangkal Paha ya?

Aku langsung nyeletuk ke dd, “Pahanya keliatan.”
Dd membalas, “Udah kuduga.”

Jadi, konsentrasiku terbagi 3. Antara spiritualitas, moral, dan paha. Ketiganya saling berkaitan erat.

Tapi kalau kuperhatikan raut wajahnya, kayaknya tu cewek jauh lebih cerewet dan jauh lebih galak dari dd. Dd aja kalau hormon cerewetnya berada pada level medioker, udah bikin pusing. Apalagi kalau ada yang lebih cerewet dari dd.. Bisa-bisa bikin pusing tujuh keliling.

Pulang KPP, rencananya mau nge-gym, tapi si dd nyuruh ke rumah orangtuanya karena mbak Santi ada perlu. Ya udah, batalin niat. Ubah plan. Mandi, langsung ke rumah orangtuanya dd. Sampai di sana, ternyata mbak Santi keperluannya adalah membeli susu.. Yaelah, kenapa ga by SMS aja sih.

Habis dari rumah orangtuanya dd, aku janjian sama Rudi untuk mengambil hasil foto pre-wedding. Meeting poinnya Teras Sambal. Biasanya aku duluan yang sampai, eh, ini si Rudi udah ngabisin 1 ayam. On location, serah terima foto. Dah tinggal dipilih-pilih yang asoy..

Archives